Total Pageviews

Tuesday 8 April 2014

Cerita Ayahanda Sakit: 1 Bolak-Balik Rumah Sakit

Sudah hampir 3 minggu ini, ayahanda terbaring sakit. Keluhan awalnya pusing dan demam. Diberi obat, demam turun kemudian naik lagi. Namun, sakit kepalanya luar biasa, gak mempan dengan obat standar. Hari keempat saya periksa Rumple Leed, pemeriksaan sederhana untuk mengetahui demam berdarah atau tidak. Ternyata positif. Dibawa ke RS dengan sebelumnya dibujuk dengan alot, diperiksa laboratorium, trombosit hanya turun sedikit dan bukan indikasi rawat. Namun, karena dari pemeriksaan ayahanda menderita HHD (hypertensi heart disease) dan saat itu ayahanda memang sesak, jadi dianjurkan dokter untuk rawat inap. Dibujuk dengan alot lagi ayahanda menolak rawat. Dirawat di rumah saja, katanya, toh sama saja. Baiklah, sebagai anak dan saat itu yakin dengan kondisi ayahanda mampu dirawat di rumah, akhirnya dibawa pulang.

Setelah pulang, sakit kepala tidak kunjung reda. Dipilihlah anti nyeri yang cukup poten plus obat penenang, karena hampir 1 minggu ayah hanya tertidur gak lebih 1 jam satu harinya. Lumayan. Eh, ngantor. Maksa! Pulang kantor langsung ngedrop. Tekanan darah yang biasanya tinggi dan terkontrol selama 1 minggu kemarin, ngedrop hingga 70/50 mmHg. Panik. Diberi cairan, lumayan naik 80/60 mmHg. Namun, agak janggal ketika saya periksa tungkai dan lengannya. Nampak ptechiae, bercak-bercak halus merah. Kecurigaan akan demam berdarah kembali. Dengan dipaksa akhirnya ke RS lagi. Hasil laboratorium didapatkan trombosit hanya 25 ribu, widal postif, trigliserida, SGOT, SGPT, Bilirubin dan ureum tinggi. Harus dirawat. Sayang fasilitas ruangan sangat tidak nyaman, akhirnya ayahanda minta pulang paksa. Serba salah, karena dengan hasil laboratorium segitu saya sangat khawatir. Saya juga bingung, dengan jeda waktu 1 minggu dari pemeriksaan rumple leed, kok baru sekarang trombositnya turun. Jadi ingat bahwa sebelum periksa laboratorium yang pertama, ayahanda diberi obat cina engkak, katanya khusus DBD, ayunda yang memberikan. Itulah salah satu alasan saya tidak suka mencapuradukkan 2 jenis pengobatan; tradisional dan medis, takutnya akan mengaburkan hasil.

Kembali ke cerita. Ayahanda dirawat di rumah dengan terus dipantau kemajuannya, namun sangat terkendala untuk menilai pemeriksaan darahnya. Akhirnya kemarin ayahanda menyerah dan mau juga dirawat. Diputuskan untuk ke rumah sakit lain biar dapat ruangan kelas yang buat ayahanda nyaman. Alhamdulillah ada.

Rasanya berkecamuk ketika harus mengurus orangtua sendiri sebagai pasien. Bukan hendak membedakan perlakuan dengan pasien yang biasa ditemui setiap harinya. Namun nyatanya begitulah. Ketakutan-ketakutan membuat setiap hal yang akan dilakukan harus dipikir beribu kali walaupun akhinya tetap berani mengambil keputusan. Hari ini ahri kedua ayahanda dirawat, belum ada kemajuan yang menyenangkan, rasa-rasanya masih seperti kondisi kemarin-kemarin. Namun dengan maunya ayahanda dirawat di tangan yang lebih ahli, saya merasa yakin bahwa akan ada kesembuhan. Seperti doanya ananda tercinta, "Cepet sembuh, Nang. Biar bisa gendong dedek lagi"

No comments:

Post a Comment