Total Pageviews

Tuesday 1 April 2014

Curhat Di Sosial Media, Bolehkah?

Sejak zaman friendster hingga sekarang facebook dan twitter, Path, instagram apapun itu, curhat melalui media sosial bukanlah pemandangan yang ganjil. Hampir setiap kali buka beranda akan terbaca curhatan teman atau orang-orang yang kita ikuti. Mulai dari hal-hal sepele, seperti lapar, ngantuk, hingga masalah pribadi seperti ribut sama suami atau mertua.

Ada hal menarik yang bisa saya simpulkan. Bahwa pergeseran kebutuhan sosial dalam masyarakat mulai menunjukkan kekhawatiran.

Taroklah kalau masih berstatus ababil (ABG labil). Lah, kalo sudah berkeluarga rasanya tidak pantas curhat terutama masalah keluarga, mengumbar sesuatu hal yang saya rasa masih dalam tergolong rahasia ke khalayak ramai, seperti di Facebook. Apalagi kalau teman di Facebook kita tidak seluruhnya pernah ditemui di dunia nyata (dekat). Bukannkah tugas kita dalam menjaga kehormatan keluarga kita?

Pernah saya mengomentari status teman yang ribut dengan mertuanya. Karena bagi saya itu bukanlah hal yang pantas untuk dibagi kepada orang lain yang hubungannya jauh dari kita. Mertua yang notabene adalah orang tua suami, adalah orang tua kita juga. Menikah tidak hanya kepada laki-laki yang kita sebut sebagai suami, ayah anak-anak kita, tapi berikat kepada satu keluarga baru, termasuk mertua, nenek dari anak-anak kita. Gesekan pasti akan timbul, gak usah jauh-jauh, sama orang tua sendiri aja kita pasti pernah berselisih paham. Toh, setelah ribut kita akan kembali baik, atau permasalahan akan menemukan solusinya. Terkadang sebelum berusaha mencari solusi dalam lingkup keluarga sudah curhat ke sosial media.

Tanggapan yang masuk ada yang positif namun tak pelak ada juga yang ikut mengompori, mereka-mereka yang juga punya cerita sama dengan mertua. Ini yang kelak akan membuka "dosa-dosa" lain mertua.

Yang saya tangkap adalah perihal turut campurnya orang tua dalam urusan "dapur". Saya sih mikirnya wajar ya, terutama karena mereka sudah berpengalaman. Nah, masalah saran mereka mau kita ikuti atau tidak ya itu kembali ke kita. Asal kita tahu mana yang baik, punya alasan yang cukup kuat dan disampaikan dengan cara yang baik pula. Memang harus sabar. Karena sudah berpengalamannya mereka yang membesarkan anak-anaknya tanpa masalah maka seringkali walaupun sudah diterangkan masih suka "ngeyel". Ya gak apa-apa jelasin lagi. Kalau perlu beri tunjuk apa yang menjadi landasan pola pikir kita.

Misalnya, soal pengasuhan anak. Mertua menyarankan untuk MPASI dini, padahal kita tahu dampak buruk yang akan timbul. Jelaskan bahwa usus anak dibawah 6 bulan belum siap untuk menerima makanan selain ASI. Kasih lihat artikel, jurnal tentang bahaya MPASI dini. Kalau masih ngeyel, ajak suami untuk ikut menjelaskan. Ingat, menjelaskan kepada orangtua bukan dengan mendikte mereka. Ajak mereka berdiskusi. Untuk itu kita harus siap referensi, siap jawaban, maka kita harus banyak ilmu dibanding mereka. Yang saya garis bawahi disini adalah keterlibatan suami. Suami sebagai "mediator". Biasanya dengan adanya "omongan" anaknya, mereka akan lebih "lunak". Kalau masih ngeyel juga, ya keputusan tetap ada di tangan kita sebagai orangtua. Tapi tidak juga menjadikan curhat tentang mertua tadi halal untuk diumbar di sosial media.

Ih, saya kok sok menasehati sekali. Kayak gak pernah aja curhat "lebay" di sosial media. Yup, saya pernah. Tapi alhamdulillah saya punya suami yang selalu mengerem istrinya untuk mengumbar urusan dapur ke banyak orang. Jadi tiap kali saya mau curhat tentang urusan rumah tangga, misalnya, maka otomatis tangan langsung mendelete postingan tersebut.

Urusan mertua dan menantu menurut saya memang hal yang kompleks. Sedikit banyak pastia akan ada riak-riak. Ya wajar saja, kita baru menyatu seumur jagung, mertua pun merasa berhak atas hidup anaknya. Intinya, sedikit mengalah bukan berarti kalah. Terkadang pura-pura tidak terjadi apa-apa itu lebih baik. Apalagi bagi yang tinggal satu atap. Terus taruh nama mertua dalam doa agar dillunakkan hatinya. Karena menaruh nama mereka dalam status Facebook tidak akan menghasilkan apa-apa kecuali dosa.

No comments:

Post a Comment