Total Pageviews

Friday 11 April 2014

Working Mom, Anak Sama Siapa?

Anak adalah anugerah. Khususnya saya, dan saya yakin semua orangtua, pasti ingin memberikan yang terbaik bagi anaknya. Tidak perduli apa dan berapa yang harus dibayar. Lama menunggu kehadiran seorang anak di tengah-tengah kebahagiaan saya dan suami membuat saya harus merencanakan semuanya dengan matang untuk anak saya. Awalnya saya ingin tetap di rumah, full jadi ibu rumah tangga, dan itu memang cita-cita saya. Namun dengan banyaknya pertimbangan, khususnya orangtua yang keberatan bila saya "menyia-nyiakan" ijazah saya, maka saya memilih untuk bekerja.

Keinginan untuk sepanjang waktu bersama buah hati tidak bisa saya lakukan. Namun, alhamdulillah hak anak saya, ASI eksklusif, tetap bisa saya berikan. Saya tidak menggunakan media bantuan untuk memberikan ASI, karena dari pertama dicoba anak saya tidak mau. Saya akhirnya bolak-balik untuk menyusui jika jadwalnya atau anak saya menangis. Repot? Tidak. Karena menurut saya, saya lebih beruntung dibanding working mom lain yang baru bisa berjumpa dan menyusui anaknya setelah 8-12 jam di luar rumah.

Pertimbangan yang saya pikirkan sebelum kembali bekerja adalah siapa yang mengasuh anak saya, karena dari awal saya sudah bertekad untuk tidak pakai pengasuh. Kenapa? Mungkin saya kelewat parno, namun asya tidak mau menyesal. Begitu banyak kejadian-kejadian penyiksaan anak oleh pengasuh yang buat air mata saya merembes, dan saya tidak bisa banyangkan kalau itu terjadi kepada anak saya. Akhirnya saya meminta bantuan adik saya yang baru lulus kuliah untuk menjaganya. Khusus kepada adik saya ini, anak saya lengket sekali, makanya saya tidak khawatir kalau-kalau dia menangis.

Bagaiamana kalau adik saya tidak bisa menjaga, misal ada urusan di luar rumah. Mau tidak mau anak saya ajak ke puskesmas. Baik buruknya sudah saya pertimbangkan. Bahwa puskesmas adalah tempat berobat dan pasti penuh kuman, tidaklah bisa saya tidak acuhkan. Namun, bukannya terlalu "steril" juga tidak baik untuk kemampuan imunitasnya? Namun, saya tidak juga mau gegabah. Kalau ada kasus seperti penyakit cacar air atau "flu singapur" maka saya memilih untuk izin tidak masuk atau ibu saya yang bekerja 1 puskemas dengan saya yang bergiliran jaga anak saya di rumah. Toh, ibu tidak berkutat dengan pasien dan pekerjaannya bisa dibawa ke rumah.

Memang sampai detik ini saya tidak bisa lepas 100% dari keterlibatan ibu. Bukan apa-apa, suami saya diberi rizki di negeri orang yang pulangnya satu bulan sekali, jadi dengan "kerepotan" saya banyak terbantu oleh ibu. Banyak orang mungkin berpendapat, kok bisa-bisanya sih tetap ngerepotin orangtua untuk urusan anak? Pernah ibu bilang, sayangnya ibu ke cucu lebih dari sayangnya ibu ke kalian, jadi jangan merasa direpotkan untuk urusan ini. Toh, ibu juga masih bisa melakukan apa saja, karena memang saya hanya "menitipkan" tidak lebih dari 1-2 jam.

Wah, kalau gini saya terhitung working mom yang gak "repot" ya. Iya, saya kagum sama ibu-ibu di luar sana yang bekerja sekaligus jadi ibu rumah tangga. Eh, tapi saya juga angkat topi kepada ibu-ibu yang mengurus rumah tangga full. Karena kalau pekerjaan kantor ada batas jam-nya. Kalo rumah, dari buka mata sampe mau merem mata gak habis-habis itu pekerjaan.

Tapi apapun "status" kita, yang penting kita bisa berbuat yang terbaik untuk keluarga, untuk anak-anak. Tidak akan kembali masa tumbuh kembang mereka, jadi saya pribadi tidak akan melewatkannya. Untuk yang kerjanya full selama 8-12 jam bisa juga direkam setiap keseharian anak kita, minta tolong sama pengasuhnya atau pasang CCTV, itu juga bisa jadi alternatif memantau "kelakuan" pengasuh, lebih bagus lagi kalau di bawah pengawasan anggota keluarga yang lain.

Pokoknya kita sebagai orangtua akan mencari yang terbaik untuk anak, apa dan berapapun harganya :)

Tuesday 8 April 2014

Cerita Ayahanda Sakit: 2 Ingat Lima Perkara Sebelum Lima Perkara

Masih ingat dengan lagu yang didendangkan oleh nasyid asal malaysia, Raihan, yang syairnya begini;

Ingat lima perkara sebelum lima perkara;
sehat sebelum sakit
muda sebelum tua
kaya sebelum miskin
lapang sebelum sempit
hidup sebelum mati

Sarat makna sekali. Ingat bahwa manusia itu selalu dalam kerugian, bahkan Allah bersumpah dengan menggunakan waktu, Wal'asr. Demi waktu, sesungguhnya manusia itu berada dalam kerugian kecuali mereka yang beriman dan beramal sholeh dan saling nasehat menasehati dalam kebenaran.

Karena ayahanda sedang sakit, saya ingin memaknainya sebagai pengingat bahwa suatu saat mungkin saya yang akan diuji dengan suatu penyakit.

Sehat itu sangat mahal, karena sakit itu lebih mahal lagi. Mahal bukan hanya sebatas materi, bahwa akan ada masa yang terbuang karena sakit, masa berharga dengan keluarga misalnya. Meski tidak ada yang percuma yang Allah berikan kepada kita, bukankah dengan sakit juga Allah hendak menggugurkan dosa-dosa kita.

"Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu penyakit dan sejenisnya, melainkan Allaah akan mengugurkan bersamanya dosa-dosanya seperti pohon yang mengugurkan daun-daunnya" HR. Bukhari no. 5660 dan Muslim no. 2571.

Namun tidaklah pula karena Allah menguji kita dengan sakit akan mengugurkan dosa-dosa kita berlepas diri dari ikhtiar, bukankah Allah menurunkan penyakit beserta obatnya? HR. Bukhari no. 5678, tentu saja ikhtiar itu harus dengan cara yang diridhoi Allah, tidak menyekutukannya dan tidak haram.

Hadits-hadits tadi banyak saya jumpai di dinding-dinding rumah sakit tempat ayah dirawat. Sebagai penguatan akan hari-hari berat yang dilewati oleh ayahanda. Bahwa Allah membersamai beliau dalam rasa sakitnya, tentu dengan kesabaran dan keikhlasan, keyakinan akan kesembuhan. Karena tidak bisa dipungkiri semangatnya mulai terkikis setelah 3 minggu ini sakit. Karena selama hidupnya, ayahanda adalah lelaki kuat, sakitnya "hanya" darah tinggi yang sesekali bikin pusing atau batuk. Dan itu semua bisa sembuh keluhannya dalam hitungan hari jari tangan sebelah.

Ikhtiar berobat ke dokter, mulai dari merelakan tangannya ditusuk berkali-kali oleh jarum infus dan jarum suntik padahal sebelumnya ayahanda akan dengan sigap melompat begitu mendengar kata jarum. Tinggal saat ini pasrah berdoa, meminta kepda yang Maha Menyembuhkan, " Dan apabila aku sakit, dialah yang menyembuhkan aku" QS Asy-syu'araa:80 Iya, Allah yang menyembuhkan, dokter hanya perantara.

Semoga semangat ayahanda untuk sehat kembali terus meningkat, semoga setiap tulisan di dinding rumah sakit sebagai pengingat bahwa ayahanda adalah orang yang dipilih Allah agar setiap dosanya dihapuskan. Semoga kami tetap sehat agar dapat merawat ayahanda dan tidak berkurang sabarnya dengan setiap keluhan-keluhan ayahanda.

Cerita Ayahanda Sakit: 1 Bolak-Balik Rumah Sakit

Sudah hampir 3 minggu ini, ayahanda terbaring sakit. Keluhan awalnya pusing dan demam. Diberi obat, demam turun kemudian naik lagi. Namun, sakit kepalanya luar biasa, gak mempan dengan obat standar. Hari keempat saya periksa Rumple Leed, pemeriksaan sederhana untuk mengetahui demam berdarah atau tidak. Ternyata positif. Dibawa ke RS dengan sebelumnya dibujuk dengan alot, diperiksa laboratorium, trombosit hanya turun sedikit dan bukan indikasi rawat. Namun, karena dari pemeriksaan ayahanda menderita HHD (hypertensi heart disease) dan saat itu ayahanda memang sesak, jadi dianjurkan dokter untuk rawat inap. Dibujuk dengan alot lagi ayahanda menolak rawat. Dirawat di rumah saja, katanya, toh sama saja. Baiklah, sebagai anak dan saat itu yakin dengan kondisi ayahanda mampu dirawat di rumah, akhirnya dibawa pulang.

Setelah pulang, sakit kepala tidak kunjung reda. Dipilihlah anti nyeri yang cukup poten plus obat penenang, karena hampir 1 minggu ayah hanya tertidur gak lebih 1 jam satu harinya. Lumayan. Eh, ngantor. Maksa! Pulang kantor langsung ngedrop. Tekanan darah yang biasanya tinggi dan terkontrol selama 1 minggu kemarin, ngedrop hingga 70/50 mmHg. Panik. Diberi cairan, lumayan naik 80/60 mmHg. Namun, agak janggal ketika saya periksa tungkai dan lengannya. Nampak ptechiae, bercak-bercak halus merah. Kecurigaan akan demam berdarah kembali. Dengan dipaksa akhirnya ke RS lagi. Hasil laboratorium didapatkan trombosit hanya 25 ribu, widal postif, trigliserida, SGOT, SGPT, Bilirubin dan ureum tinggi. Harus dirawat. Sayang fasilitas ruangan sangat tidak nyaman, akhirnya ayahanda minta pulang paksa. Serba salah, karena dengan hasil laboratorium segitu saya sangat khawatir. Saya juga bingung, dengan jeda waktu 1 minggu dari pemeriksaan rumple leed, kok baru sekarang trombositnya turun. Jadi ingat bahwa sebelum periksa laboratorium yang pertama, ayahanda diberi obat cina engkak, katanya khusus DBD, ayunda yang memberikan. Itulah salah satu alasan saya tidak suka mencapuradukkan 2 jenis pengobatan; tradisional dan medis, takutnya akan mengaburkan hasil.

Kembali ke cerita. Ayahanda dirawat di rumah dengan terus dipantau kemajuannya, namun sangat terkendala untuk menilai pemeriksaan darahnya. Akhirnya kemarin ayahanda menyerah dan mau juga dirawat. Diputuskan untuk ke rumah sakit lain biar dapat ruangan kelas yang buat ayahanda nyaman. Alhamdulillah ada.

Rasanya berkecamuk ketika harus mengurus orangtua sendiri sebagai pasien. Bukan hendak membedakan perlakuan dengan pasien yang biasa ditemui setiap harinya. Namun nyatanya begitulah. Ketakutan-ketakutan membuat setiap hal yang akan dilakukan harus dipikir beribu kali walaupun akhinya tetap berani mengambil keputusan. Hari ini ahri kedua ayahanda dirawat, belum ada kemajuan yang menyenangkan, rasa-rasanya masih seperti kondisi kemarin-kemarin. Namun dengan maunya ayahanda dirawat di tangan yang lebih ahli, saya merasa yakin bahwa akan ada kesembuhan. Seperti doanya ananda tercinta, "Cepet sembuh, Nang. Biar bisa gendong dedek lagi"

Wednesday 2 April 2014

Kapan Anak Diperkenalkan Ke Dokter Gigi?

Gadis mungil ummi sudah tumbuh gigi 2, gigi seri bawah terlebih dahulu sekarang baru keluar gigi seri atas. Sebagai ummi yang berusaha jadi yang terbaik, mulailah mencari apa yang mesti dilakukan agar kesehatan gigi anak kesayangan ini tetap tumbuh dengan baik. Hal-hal mendasar seperti membersihkan gigi setelah minum susu atau makan sudah diketahui jauh sebelum gigi ananda tumbuh. Namun, muncul pertanyaan, pentingkah membawanya ke dokter gigi? Kapan harus dibawa, bila itu penting?

Dari beberapa sumber yang ditemukan, terutama dari halaman iosc, The Implant and Oral Surgery Centre, disebutkan bahwa pemeriksaan oleh ahli gigi sangatlah penting dan untuk pengenalan pertama ke dokter gigi harus sudah dimulai saat anak usia 1 tahun. Paling bagus langsung ke dokter gigi khusus anak-anak. Mengapa penting, karena dengan membawa anak ke dokter gigi, anak akan dibiasakan untuk berani berhadapan dengan dokter gigi. Muncul ketakutan-ketakutan pada anak terhadap dokter, terutama dokter gigi. Lah gimana gak takut, wong ditakuti-takuti terus. Ayo makan! Kalau gak nanti dicabut giginya, nanti disuntik, dan beberapa ancaman yang menakutkan lainnya. Dengan dibawa ke dokter gigi sedini mungkin, anak akan terkondisi dengan aktivitas pemeriksaan gigi. Jangan pula di rumah sebelum pergi ke dokter gigi anak malah ditakut-takuti terlebih dahulu

Selain itu, pemeriksaan menyeluruh akan sangat menentukan kesehatan gigi dan mulut anak di masa mendatang. Menurut halaman tersebut, sekitar 40%-50% anak akan mengalami kerusakan gigi sebelum usia mereka 5 tahun. Padahal gigi permanen baru akan muncul sekitar usia 6 tahun. Tentu hal ini akan berdampak bagi estetika, minimal, mulut anak saat dewasa kelak. Karena seperti diketahui bahwa salah satu fungsi gigi susu adalah pemandu bagi gigi permanen untuk tumbuh sesuai jalurnya atau terlihat rapi. Gigi yang rapi, menurut saya, akan menambah cantik atau gantengnya seseorang :D

Kunjungan ke dokter gigi tentu saja juga akan mengurangi angka kesakitan gigi dan mulut pada anak. Gak usah jauh-jauh deh, keponakan saya hampir setiap bulan mengeluhkan sakit gigi karena pulpitis (radang pada pulpa gigi). Sudah sering dibawa ke dokter gigi, sarannya biar saja tanggal sendiri. Nah, bukankah sakit gigi itu lebih dari sakit hati ya kata orang? Kata orang lho, saya alhamdulillah gak pernah sakit gigi seumur-umur, semoga gak akan pernah :D

Ada pula manfaat yang lain adalah anak akan tahu hal-hal apa saja yang bisa membuat gigi dan mulut mereka tetap sehat. Ya, kalau dengan orang tua paling hanya akan diberi tahu bahwa harus gosok gigi 2x sehari, cuma cara menggosok gigi yang benar, orangtua belum tentu paham. Perilaku mengedot, ngempeng, atau makanan yang bisa merusak gigi, saya yakin kalau disampaikan oleh orang yang anak merasa bahwa oo, dokter gigi lebih paham nih soal gigi dan mulut, pasti akan didengarkan.

Kalau sudah dimulai sedini mungkin, sejak anak usia 1 tahun, maka ketika anak sudah paham dan harus bisa menggosok gigi dan merawat giginya saat usia 2.5-3 tahun, gak ada lagi tuh yang namanya paksaan-paksaan. Gigi ananda terawat, sehat dan menambah kecantikan/kegantengan mereka. :)

Tuesday 1 April 2014

Curhat Di Sosial Media, Bolehkah?

Sejak zaman friendster hingga sekarang facebook dan twitter, Path, instagram apapun itu, curhat melalui media sosial bukanlah pemandangan yang ganjil. Hampir setiap kali buka beranda akan terbaca curhatan teman atau orang-orang yang kita ikuti. Mulai dari hal-hal sepele, seperti lapar, ngantuk, hingga masalah pribadi seperti ribut sama suami atau mertua.

Ada hal menarik yang bisa saya simpulkan. Bahwa pergeseran kebutuhan sosial dalam masyarakat mulai menunjukkan kekhawatiran.

Taroklah kalau masih berstatus ababil (ABG labil). Lah, kalo sudah berkeluarga rasanya tidak pantas curhat terutama masalah keluarga, mengumbar sesuatu hal yang saya rasa masih dalam tergolong rahasia ke khalayak ramai, seperti di Facebook. Apalagi kalau teman di Facebook kita tidak seluruhnya pernah ditemui di dunia nyata (dekat). Bukannkah tugas kita dalam menjaga kehormatan keluarga kita?

Pernah saya mengomentari status teman yang ribut dengan mertuanya. Karena bagi saya itu bukanlah hal yang pantas untuk dibagi kepada orang lain yang hubungannya jauh dari kita. Mertua yang notabene adalah orang tua suami, adalah orang tua kita juga. Menikah tidak hanya kepada laki-laki yang kita sebut sebagai suami, ayah anak-anak kita, tapi berikat kepada satu keluarga baru, termasuk mertua, nenek dari anak-anak kita. Gesekan pasti akan timbul, gak usah jauh-jauh, sama orang tua sendiri aja kita pasti pernah berselisih paham. Toh, setelah ribut kita akan kembali baik, atau permasalahan akan menemukan solusinya. Terkadang sebelum berusaha mencari solusi dalam lingkup keluarga sudah curhat ke sosial media.

Tanggapan yang masuk ada yang positif namun tak pelak ada juga yang ikut mengompori, mereka-mereka yang juga punya cerita sama dengan mertua. Ini yang kelak akan membuka "dosa-dosa" lain mertua.

Yang saya tangkap adalah perihal turut campurnya orang tua dalam urusan "dapur". Saya sih mikirnya wajar ya, terutama karena mereka sudah berpengalaman. Nah, masalah saran mereka mau kita ikuti atau tidak ya itu kembali ke kita. Asal kita tahu mana yang baik, punya alasan yang cukup kuat dan disampaikan dengan cara yang baik pula. Memang harus sabar. Karena sudah berpengalamannya mereka yang membesarkan anak-anaknya tanpa masalah maka seringkali walaupun sudah diterangkan masih suka "ngeyel". Ya gak apa-apa jelasin lagi. Kalau perlu beri tunjuk apa yang menjadi landasan pola pikir kita.

Misalnya, soal pengasuhan anak. Mertua menyarankan untuk MPASI dini, padahal kita tahu dampak buruk yang akan timbul. Jelaskan bahwa usus anak dibawah 6 bulan belum siap untuk menerima makanan selain ASI. Kasih lihat artikel, jurnal tentang bahaya MPASI dini. Kalau masih ngeyel, ajak suami untuk ikut menjelaskan. Ingat, menjelaskan kepada orangtua bukan dengan mendikte mereka. Ajak mereka berdiskusi. Untuk itu kita harus siap referensi, siap jawaban, maka kita harus banyak ilmu dibanding mereka. Yang saya garis bawahi disini adalah keterlibatan suami. Suami sebagai "mediator". Biasanya dengan adanya "omongan" anaknya, mereka akan lebih "lunak". Kalau masih ngeyel juga, ya keputusan tetap ada di tangan kita sebagai orangtua. Tapi tidak juga menjadikan curhat tentang mertua tadi halal untuk diumbar di sosial media.

Ih, saya kok sok menasehati sekali. Kayak gak pernah aja curhat "lebay" di sosial media. Yup, saya pernah. Tapi alhamdulillah saya punya suami yang selalu mengerem istrinya untuk mengumbar urusan dapur ke banyak orang. Jadi tiap kali saya mau curhat tentang urusan rumah tangga, misalnya, maka otomatis tangan langsung mendelete postingan tersebut.

Urusan mertua dan menantu menurut saya memang hal yang kompleks. Sedikit banyak pastia akan ada riak-riak. Ya wajar saja, kita baru menyatu seumur jagung, mertua pun merasa berhak atas hidup anaknya. Intinya, sedikit mengalah bukan berarti kalah. Terkadang pura-pura tidak terjadi apa-apa itu lebih baik. Apalagi bagi yang tinggal satu atap. Terus taruh nama mertua dalam doa agar dillunakkan hatinya. Karena menaruh nama mereka dalam status Facebook tidak akan menghasilkan apa-apa kecuali dosa.

MEMPERTANYAKAN KEMBALI KOMITMEN KITA UNTUK PALESTINA

Tergulingnya Presiden Mesir, Dr. Mohammad Mursy, yang terpilih secara demokratis berdampak luar biasa bagi penduduk Palestina, terutama yang berada di penjara terbuka terbesar di dunia, Jalur Gaza. Seketika itu juga perbatasan Rafah ditutup, terowongan-terowongan yang menjadi urat nadi kehidupan penduduk Gaza dihancurkan. BBM dan material bahan bangunan menjadi langka, harga bahan makanan melangit, penduduk Gaza semakin menderita.
Yang membuat miris adalah pihak militer Mesir yang notabene (mengaku) Islam yang melakukan tindakan zalim nan kejam tersebut, bukan Zionis Israel musuh abadi umat Islam. Ditambah lagi Suriah, yang merupakan salah satu gerbang utama pembebasan Palestina selain Mesir, sampai saat ini pemerintahnya yang lalim dan haus darah, rezim Bashar al-Assad belum juga berhasil ditumbangkan.
Sisi lain saat ini yang terjadi banyaknya fitnah antara faksi mujahidin. Pemerintah Qatar yang pernah memberikan bantuan secara langsung kepada penduduk Gaza juga ditinggalkan dan dimusuhi oleh trio Arab Saudi, Bahrain dan UEA. Hal itu terjadi tersebab Qatar yang mendukung pemerintahan Mohammad Mursy dan menolak mendeportasi Syaikh Dr. Yusuf Al Qaradhawi yang dikenal sangat vokal membela umat Islam.
Selain itu juga stasiun Aljazeera, yang gencar meliput aksi tentara Zionis saat menyerang Gaza dan demonstrasi pro Mursy masih berada di bawah perlindungan pemerintah Qatar. Perdana menteri Turki, Erdogan, yang juga sangat vokal membela Gaza, yang pernah mempecundangi perdana mentri Israel pada acara World Economic Forum tahun 2009 di Davos, mulai digoyang oleh beberapa kalangan dari dalam dan juga luar negri.
Progres pembebasan Palestina untuk sementara, sepertinya mundur ke belakang. Apakah akibat kasus ini akan turut melemahkan kita? Apakah suara kita yang dulu vokal, yang dulu loyal, untuk Palestina akan menurun dan menghilang tanpa bekas?
Apa pun yang terjadi, kita sebagai umat Islam (terlebih jika mengaku sebagai aktivis dakwah), sudah selayaknya menempatkan Palestina terus-menerus di hati kita yang terdalam, mencintai dan menghormatinya, memimpikan untuk bisa syahid di tanahnya, mencurahkan jiwa dan harta untuk membebaskannya. Bahkan menempatkannya sebagai bagian dari akidah kita.
Optimisme wajib kita tanamkan dalam diri, bahwasanya atas izin Allah, suatu saat Palestina pasti akan terbebas. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:
وَتِلْكَ الأيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ النَّاسِ وَلِيَعْلَمَ
“…Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapatkan pelajaran)….” (QS: Ali Imran: 140)
Dulu tak ada yang pernah mengira, imperium Romawi dan Persia yang gagah perkasa bisa ditaklukkan. Dulu tak ada yang pernah menduga, kota Konstantinopel yang kokoh bisa direbut. Bahkan dulu tak ada yang pernah menyangka, imperium kolonial Inggris, imperium komunis Uni Sovyet dan imperium Nazi Jerman yang kuat serta memiliki persenjataan yang modern bisa rapuh dan runtuh.
Kita harus percaya pada sunnatullah, bahwasanya suatu saat rezim zalim Zionis dan pihak-pihak yang menyokongnya habis-habisan juga akan segera collapse dan hancur lebur atas izin Allah.
Mari kita buang jauh-jauh sikap ketergesa-gesaan dalam meraih kemenangan. Seperti yang pernah disabdakan oleh Rasulullaah Shallallahu ‘alaihi Wassalllam kepada Khabab ra yang mengadukan penderitaan tiada henti yang dialami umat Islam di Makkah. Meereka dicambuk, disiksa, ditindih dengan batu, dibakar dan Khabab “mempertanyakan” kapan pertolongan Allah akan datang, dengan kalimat yang panjang dan ditutup dengan, “Akan tetapi kalian terlalu tergesa-gesa...” (hidayatullah)

Diambil dari grup MP4Palestine

Sunday 30 March 2014

Dokter Disayang, Dokter Ditendang

Antipati terhadap dokter tidak hanya terjadi pada masyarakat umum, di kedinasan selevel TNI pun baru-baru ini terjadi. Kapter Dr. Achmad Arief Fantoni, yang bertugas di skuadron Pendidikan 102 Komando Pendidikan TNI AU Lanud Adisucipto Yogyakarta, dikeroyok oleh Lettu D dan 8 Perwira berpangkat letnan hingga mayor pada 12 Maret 2014 lalu.

Apa pasal? Lettu D tidak suka atas diagnosis yang ditetapkan oleh dr. Arief. Lettu D dinilai mempunyai masalah pada jantung dan itu mengakibatkan Lettu D tidak akan diizinkan terbang. Keributan katanya terjadi di kantin. Sehingga ada beberapa perwira yang tidak tau duduk permasalahan ikut-ikutan mengeroyok. Akibatnya dr. Arief mengalami luka-luka dan perlu penanganan khusus masuk ICU. Bukannya menghubungi keluarga, skuadron malam menutup rapat kasus ini hingga hari ke-14 dirawat keluarga baru dikabari.

Lain cerita, di Jombang. Karena tidak sabar mengantre, seorang bapak mengamuk di tempat praktek dr.Sony. Warga yang tidak tahu duduk persoalan bukannya melerai malah ikut-ikutan mengeroyok dr. Sony yang saat itu sedang memeriksa pasien. Bapak itu hanya hendak mengkhitankan anaknya, bukan kasus emergency yang butuh penanganan segera.

Dua kejadian di atas adalah kasus fresh. Namun, belum hilang rasanya dalam ingatan kasus dr. Ayu dkk yang ditangkap dan dipenjara karena putusan mahkamah agung yang menyatakan bersalah atas kematian seorang ibu dalam proses melahirkan akibat emboli. Padahal jelas emboli adalah hal yang mustahil untuk dicegah akibatnya meski dokter ahli sekalipun dimanapun. Meski akhirnya diputus bebas setelah PK, namun image di masyarakat kadung "jelek". Aksi yang dilakukan oleh dokter-dokter Indonesia yang menuntut jaminan atau perlindungan dalam melayani pasien dikatakan sebagai upaya agar dokter kebal hukum. Padahal nyata-nyata, kepastian hukum itu sebagai landasan kenyamanan untuk melayani pasien dengan sebaik-baiknya, semaksimal mungkin, tanpa takut dengan ancaman hukuman penjara. Jelas feed backnya untuk masyarakat itu sendiri.

Fenomena-fenomena antipati terhadap dokter ini bukan tidak mungkin akan terus berkembang sejalan dengan ketidakpastian perlindunga terhadap dokter. Semua kalau salah adalah kesalahan dokter. Pasien meninggal, pasien terhambat pekerjaannya karena hasil pemeriksaan dokter, pasien membuang waktu karena menunggu.

Andai komunikasi bisa berjalan dua arah.

Pasien dan keluarga harus paham akan setiap kondisi yang akan terjadi. Tindakan yang diambil, efek samping, komplikasi. Semua harus bisa dijelaskan sesederhana dan semengerti mungkin. Namun, terkadang karena kasus emergency keluarga tanpa sadar mengiyakan saja apa mau nya dokter tanpa mendengar apa kemungkinan yang akan terjadi. Bahkan dengan bukti informed consent yang ditandatangani pun akan dibilang dipalsukan bila terjadi hal yang tidak diinginkan.

Lettu D harusnya tidak mengambil sikap arogan. Padahal kalau mau berfikir, dengan kondisi yang tidak layak terbang namun memaksa untuk di-fit kan tentu akan membahayakan diri sendiri, minimal, dan orang lain serta merugikan skuadron pastinya.

Masyarakat harus tahu apa saja yang menjadi kasus emergency dalam kedokteran. Sunat, sakit gigi bahkan demam di bawah 40 derajat bukanlah hal emergency (bila tidak ada riwayat kejang demam).

Yakinlah, gak ada 1 orang dokter pun yang mau merugikan pasiennya, terutama dalam hal nyawa. Saya sendiri, pernah nangis sesegukan karena pasien saya meninggal. Jadi jangan bayangkan bahwa moralitas dokter hanya sebatas materi. Kami bekerja dengan perasaan. Karena pekerjaan ini adalah masalah kemanusiaan bukan seperti montir yang bisa mencoba-coba kalau kendaraan "sakit".

Saya tidak akan memungkiri oknum. Karena apapun pekerjaan, apapun profesi pasti ada oknum. Dokter yang malas ngomong, malas mendengarkan, malas menjelaskan, yang tahunya datang mengobati dibayar. Tapi, jangan lantas antipati kepada profesi ini. Karena saya yakin masih banyak dokter yang "baik" di luar sana.

Semoga hanya sampai disini persoalan yang dihadapi dokter-dokter Indonesia. Jangan sampai ada lagi pelecehan-pelecehan oleh orang-orang tak bermoral kepada profesi ini. Semoga dokter-dokter Indonesia bisa mengabdi dengan kenyamanan dan keamanan.

Pemilu, Siapa Yang Anda Pilih? Non Muslim?

Bismillah.

Pemilihan umum tinggal menghitung hari. Mulai dari calon anggota legislatif hingga calon presiden sudah bisa ketahui melalui pamflet, poster bahkan iklan di media elektronik.

Yang mengusik saya adalah munculnya sosok dengan latar belakang agama minoritas yang mencalonkan diri sebagai wakil presiden. Sebelumnya sudah lebih dulu ada wakil gubernur yang suka "marah-marah" memimpin kota megapolitan dengan latar belakang agama minoritas.

Lantas apa masalahnya? Toh, gak ada larangan dalam undang-undang, negara kita negara demokrasi, maka siapapun boleh untuk mencalonkan diri sebagai pemimpin. Iya. Memang dalam hukum negara tidak ada masalah. Namun, dalam pandangan hukum Islam, ini adalah masalah besar. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman dalam QS Al-Maidah: 51


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang lalim.”
[Al-Maidah: 51]
Banyak perintah Allah lainnya untuk tidak mengangkat non muslim sebagai pemimpin, jangankan pemimpin, teman setia saja tidak boleh. Allah "mengancam" tidak akan memberi pertolongan kepada makhluknya yang mengangkat pemimpin dari golongan orang kafir. Lihat Q.S Al-Imron: 28. " Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi pemimpin dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barangsiapa berbuat demikian. niscaya lepaslah pertolongan Allah kecuali karena siasat memelihara diri dari sesuatu yang datakuti mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. Dan hanya kepada Allah kembali(mu)." 

Kalau mau lihat hasil dari pimpinan seorang non muslim, tengoklah ke Jakarta. Banyak keputusan khalayak yang diambil tidak pro kepada muslim. Jakarta semakin jauh dari nuansa Islam. Takbiran keliling dilarang, konser metalica malah gubernurnya ikuta-ikutan nonton. Acara tahun baru gegap gempita, memfasilitasi acara malam muda-mudi sampe-sampe jalan ditutup. Membongkar masjid, tapi pembangunan tempat ibadah agama lain di area mayoritas muslim dipersilahkan. Lokalisasi mau dilegalkan. Nih banyak lagi, meluncur aja ke TKP.

Ingat, Allah tidak akan menolong kita. Kalau Allah tidak mau menolong siapa lagi?!

Negara dengan minoritas muslim, mereka tidak mengangkat muslim sebagai pemimpinnya, malah kebebasan beribadah dilarang. Tengok Bulgaria, Polandia, Perancis, Rusia! Mau jadi mayoritas yang diperlakukan seperti minoritas? Meski sekarang begitu. Kita menolak pembangunan rumah ibadah agama lain di daerah mayoritas dibilang tidak toleran. Kita membangun masjid di dekat perkampungan mereka dibilang semena-mena.

Jadi, cerdaslah memilih. Ini juga berlaku untuk anggota legislatif. Pilih mereka yang benar-benar amanah, jujur. Caranya? Lihat track record mereka kalau sudah pernah menjabat. Atau kalau baru, lihat track record partai. Karena mau tidak mau, mereka tentu akan mengusung visi dan misi dari partainya.
Ini nih sebagai referensi..



Rasulullah bersabda

سيأتي على الناس سنوات خداعات يصدق فيها الكاذب و يكذب فيها الصادق و يؤتمن فيها الخائن و يخون فيها الأمين و ينطق فيها الرويبضة قيل : و ما الرويبضة ؟ قال : الرجل التافه يتكلم في أمر العامة
“Akan datang kepada manusia tahun-tahun yang penuh tipu daya, dimana pendusta dipercaya dan orang jujur didustakan, pengkhianat diberi amanah dan orang yang amanah dikhianati, dan berbicara di zaman itu para Ruwaibidhoh.” Ditanyakan, siapakah Ruwaibidhoh itu? Beliau bersabda, “Orang bodoh yang berbicara dalam masalah umum.”[HR. Al-Hakim dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’, no. 3650].

Jangan mau hak suara kita dibeli dengan selembar uang, sekarang mereka memberi, setelah terpilih mereka akan mengambil hak-hak kita, rakyat yang diwakilkan oleh mereka. Jangan hanya menilai dari blusukan tanpa solusi, cari mereka yang benar-benar pintar mengolah masalah, memberi solusi.

Jangan juga memilih menjadi golput. Tidak akan menyelesaikan persoalan. Pasti ada yang baik diantara yang busuk-busuk itu. Lihat kesehariannya, lihat keluarganya. Golput hanya akan memenangkan minoritas. Jangan menjadi tak acuh, karena ini negara kita. Tempat kita dilahirkan, menumpang hidup dan kelak akan mati di tanah air ini.

Semoga bisa membuka mata hati kita agar dapat menjadi pemilih yang cerdas.

Saturday 29 March 2014

Ada Apa Dengan TKW Kita?

Rada ngeri baca ulasan disini.

Bukan sekali dua kita menonton atau mendengar bahwa ada tenaga kerja Indonesia yang dihukum di negara orang. Dari yaang hukuman penjara hingga hukuman mati. Bukan hal yang aneh lagi kalau diantara para TKW pulang dengan membawa anak-anak bayi yang dari mukanya jelas gen berasal dari dua orang berbeda kebangsaan. Atau bukan sesuatu yang tak biasa beberapa pulang dengan kondisi badan penuh siksaan, atau tanpa membawa hasil apa-apa.

Cerita di atas adalah hal yang mendominasi pemberitaan media di Indonesia.

Saya tidak pernah tahu jelas duduk permasalahan para TKW tersebut. Kalaupun yang pernah saya tahu adalah beberapa orang yang saya kenal, yang kerjanya TKW, adalah mereka yang bernasib baik. Teman nyata ataupun teman dari dunia maya.

Tetangga saya, anaknya pulang dari Malaysia bisa bangunin emak nya rumah. Dua tahun kerja menurutnya cukup, akhirnya buka usaha sendiri di kampung halaman. Teman dunia maya saya juga tidak pernah mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan selama di Hongkong. Malah ada yang seperti "ketagihan" kembali kerja kesana meski sudah punya keluarga di Indonesia. Yah, kalau mau hitung-hitungan kerja di luar negeri memang menjanjikan dari segi ekonomi.

Lantas, mengapa ada yang sampai disiksa, diperkosa atau bahkan ada yang sampai bisa membunuh. Takdir? Pasti. Sedang daun yang jatuh saja Allah yang Maha Mengatur.

Persoalannya adalah siap atau tidak menjadi seorang tenaga kerja di negeri orang dengan kemampuan yang dimiliki. Niat awal merantau jauh apa, bener-bener ingin jadi pekerja yang sudah ditentukan saat sebelum berangkat oleh agensinya, kalau pake agensi, atau hanya coba-coba, atau ada niat terselebung lainnya.

Kita gak usah jauh-jauh berandai-andai kerja di negeri orang. Di kampung kita sendiri, apa kita sudah termasuk mahir dalam hal urusan pekerjaan yang akan kita kerjakan. Misal, pekerja rumah tangga (PRT). Maaf sekali. Beberapa kali punya PRT, mungkin hanya 1 atau 2 yang bener-bener sreg di hati soal tanggung jawab pekerjaannya. Lainnya, ada yang nyapu apa yang nampak saja, bawah-bawah lemari dibiarkaan, debu di atas lemari masa bodo, piring gelas suka pecah, atau ada yang suka nyuri.

Apalagi kalau benar kasus yang diulas oleh artikel yang saya sebutkan link nya tadi.

Terkendala masalah bahasa, mau diajarin juga sama aja ngomong sama boneka. Uang tebusan TKW sudah cukup besar, wajar dong kalau majikan mau dapat pelayanan yang memuaskan. Peralatan listrik gak bisa pakai. Apalagi kalau sampai ada yang kabur-kaburan. Nyambi jadi PSK! Saya gak habis pikir. Jauh-jauh ninggalin keluarga hanya untuk buat dosa.

Masih ingat Darsem? Si toko emas berjalan, julukan yang diberikan oleh pengacara yang mendampinginya. Terancam hukuman mati karena membunuh majikan yang katanya hendak memperkosa. Beda nasib dengan Ruyati yang benar-benar dihukum pancung. Darsem yang bebas karena membayar diyat, yang saat ini juga akan diusahakan untuk TKW Sutinah, katanya seakan lupa diri. Saya sih gak ambil pusing dengan kelupaan dirinya itu. Saya hanya tidak suka bila pemerintah Indonesia seperti membuang-buang uang.

Kalau ditanya, relakah saya melihat ada warga negara Indonesia di hukum pancung di negeri orang? Tidak. Tidak apabila WNI itu benar, misal karena pembelaan diri. Kalau jelas dan terbukti membunuh karena hal-hal lain, seperti ketahuan mencuri atau sejenisnya, maka BIG NO.

Intinya adalah memutus mata rantai WNI yang dihukum pancung. Caranya? Ya bekali dong dengan benar-benar mereka yang benar-benar ingin kerja sebagai TKW. Tindak PJTKI yang asal kirim TKW tanpa pembekalan keahlian. Tapi yang paling penting, mulai dari keluarga. Bapak-bapak kemana, kok bisa sampa isteri yang keluar rumah mencari penghidupan?! Jangan hanya tergiur uang banyak terus merelakan masa depan hidup berdampingan dengan orang-orang terkasih.

Semoga ada keadilan yang benar-benar adil bagi mereka yang jujur. Oiya, Sutinah katanya sudah hafal 15 Juz Al-Quran di dalam penjara. Subhanallah. Penjara apa yang sampai bisa membuat seseorang jadi hafidz Al-Quran?! Allah sebaik-baik pembuat rencana.

Friday 28 March 2014

Survey Praktek Pribadi Oleh Dinas Kesehatan

Melanjutkan postingan tentang Surat Izin Praktek, Saya akan membagi hal-hal apa saja yang menjadi konsen penilaian tempat praktek oleh tim survey dinas kesehatan.

Ada beberapa hal, mulai dari administrasi, ruangan, sanitasi, peralatan standar hingga obat-obatan.

Administrasi
Yang dinilai adalah kelengkapan dari buku registrasi pasien, status, blanko inform consent, blanko rujukan dan plang nama. Selain itu, kita juga harus membuat surat pemberitahuan ke puskesmas terdekat dan membuat semacam perjanjian kalau kita akan bersedia melaporkan kasus-kasus ke puskesmas sebagai data laporan ke dinas kesehatan.

Ruang Praktek
Harus ada ruang tunggu, ruang periksa, meja kerja dokter dan administrasi dan lantai (bentuk dan bahan lantai)

Sanitasi
Yang dinilai ada tidaknya toilet beserta kotak sampah tertutupnya, penerangan, sumber air, ventilasi, wastafel+handsoap, kotak sampah tertutup di ruang periksa (2 buah; medis dan non medis), safety box dan MoU limbah medis.
Untuk MoU limbah medis, kita harus mengajukan ke puskesmas yang mempunyai incinerator. Buat dulu surat permohonan, acc baru deh nanti ada buktinya.

Peralatan Medis
Ada tensimeter, stetoskop, tabung oksigen+regulator, timbangan bayi dan dewasa, toples kapal alkohol, handscoon, masker, minor surgery dan sterilisator (disesuaikan saja, kalau gak juga gapapa, kan bisa direbus).

Obat-Obatan Emergency
Ada adrenalin/epinefrin ampul, kortison ampul, dexamethason ampul, cairan infus, infus set, wing needle, abocath, spuit, kapas, alkohol dan protap shock anafilatik.

Nah, biasanya sih gak terlalu dipersulit lah ya, apalagi kalo standar di atas terpenuhi. Cuma, butuh modal juga ternyata hihi..

Semoga bermanfaat.

Surat Izin Praktek

Karena hidup adalah pilihan, maka saat ini saya memilih untuk membuka "warung sendiri" di samping tugas pagi di puskemas. Waktu di Batam, masalah perizinan saya cuma dilibatkan sebatas ke kantor perizinan, karena tempat saya bekerja, klinik, yang mengurus semua persyaratan standar tempat praktek. Di Kalimantan Timur lebih gak dilibatkan lagi, wong saya cuma disuruh ngumpul KTP, STR legalisir, ijazah, sudah. Selebihnyaa orang suruhan pimpinan yang ambil alih.

Nah, lain halnya sekarang. Karena untuk praktek pribadi, ya saya sendiri yang harus urus sana sini.

Pertama, ambil 1 eksemplar surat permohonan izin usaha di kantor walikota Palembang, bayar 5 ribu. Isinya ada surat permohonan dengan syarat-syarat fotokopi KTP yang berlaku, STR legalisir, surat rekomendasi organisasi profesi (dalam hal ini IDI) atau fotokopi legalisir, fotokopi ijazah dan foto 3x4 2 lembar. Surat permohonan ditandatangani di atas materai 6000. Lembar selanjutnya ada surat kuasa untuk mengurus SIP bagi yang berhalangan untuk mengurus sendiri, tandatangan di atas materai 6000 juga. Lembar terakhir ada surat pernyataan yang intinya akan menjaga kebersihan, kerapian dan keindahan tempat usaha, tandatangan di atas materai 6000 juga.

Surat rekomendasi organisasi profesi (IDI) buatnya mudah aja kalau sudah terdaftar sebagai anggota. Tinggal datang ke sekretariat IDI, sebutin nama, alamat, tempat tanggal lahir, bayar iuran IDI kalau masih nunggak, sudah. Eh, tapi suratnya gak langsung jadi ya. Saya kemarin 1 minggu. Rajin-rajin aja telponin, tanya selesai belum. Mujur cepet kalau ketua IDI lagi standby di Palembang. Kalau gak, pengalaman temen bisa 1 bulan lebih. Nah, bagi yang belum terdaftar, daftar dulu jadi anggota. Bawa fotokopi ijazah, STR, foto sama uang iuran 15 ribu untuk 1 bulan, jadi bayar 180 ribu aja untuk 1 tahun.

Kalau syarat sudah, balikin lagi 1 eksemplar surat permohonan ke kantor walikota. Gak bayar. Tinggal tunggu kapan orang dinas mau survey. Kalau acc, keluar deh surat izin prakteknya.

Apa aja yang disurvey, next postingan ya.. 

Thursday 27 March 2014

Roseola, Campak, Atau Rubella?

Tiga penyakit yang sering salah dalam penilaiannya oleh masyarakat awam. Ketika anak keluar ruam langsung dibilang campak. Langsung disuruh minum air kelapa. Semua berdasarkan katanya. Buat anak kok katanya-katanya!

Jadi sebenarnya penyakit ini berbeda meski sekilas kalau melihat dari ruam (bercak/bintik merahnya) ya sama saja. Namun ada beberapa gejala yang bisa membedakan satu diantara yang lainnya. Apa itu? Saya coba paparkan sepengetahuan saya.

Roseola
Disebabkan oleh virus dari keluarga herpes. Tapi roseola tidak menyerang organ genitalia dan tidak menyebabkan batuk pilek (kalaupun ada jarang dan tidak parah). Biasanya terjadi pada anak usia 6 bulan sampai 2 tahun. Gejala awal demam tinggi bisa 2-3 hari bahkan 8 hari, kemudian turun baru muncul ruam. Ruam akan hilang sendiri dalam waktu 2-3 hari. 


sumber foto: www.thejaybirdcchronicles.com

Campak
Kalau campak disebabkan oleh virus dari kelompok Paramyxovirus. Ada beberapa fase mulai dari inkubasi (kuman masuk dalam tubuh), prodromal hingga erupsi. Fase inkubasi 7-14 hari dimana pasien mengalami gejala layaknya flu biasa; demam, nyeri badan, batuk pilek, dan radang pada selaput mata. Selanjutnya akan nampak bercak koplik (khas campak) di mukosa dalam mulut. Selanjutnya dalam keadaan pasien demam tinggi, ruam akan muncul, khasnya ruam akan muncul mulai dari belakang telinga, ke muka, leher, tangan dan badan hingga kaki. Demam akan turun barulah ruam akan menghilang dimulai dari yang terakhir kali muncul. Yang ditakutkan dari campak adalah radang paru-paru dan otak. Ini seringkali terjadi pada orang yang tidak divaksin. Pertanyaannya, apakah orang yang divaksin, gak bakalan kena? Belum tentu, karena vaksin bukannya mengeradikasi 100% penyakit. Namun, bagi yang sudah divaksin, gak akan muncul komplikasi yang berujung kepada kematian.


 sumber foto: onlineallarticles.blogspot.com

Rubella
Nah, kalau ini hampir sama dengan campak (measles, tampek) cuma bedanya ruam muncul pertama kali di wajah dan leher dan lama penyakit lebih singkat serta pada pemeriksaan biasanya didaptkan pembesaran kelenjar getah bening di daerah leher dan belakang telinga. Yang ditakutkan adalah bila terkena pada wanita hamil. Karena virus rubella ini dapat lewat ke plasenta dan mengakibatkan rubella kongenital pada janin. Ini juga bisa dicegah dengan vaksin MMR di usia 18 bulan dan boosternya.


sumber foto: vanessajunkin.wordpress.com


Karena semuanya disebabkan oleh virus, penyebarannya sama. Melalui droplet yang keluar dari batuk, tertawa atau bersin penderita. Pengobatannya, simptomatik saja artinya sesuai gejala; demam kasih anti demam, batuk kasih obat batuk. Namun bila ada komplikasi berarti butuh penanganan lebih lanjut.

Semoga pengetahuan ini bermanfaat dan jadi landasan bila anak atau keluarga sakit disertai ruam, jadi tidak katanya-katanya lagi yang akhirnya terlambat mencari pertolongan.

Ketika Harus Memilih

Hidup ini dipenuhi dengan berbagai macam pilihan.
Ketika kita bisa saja jadi orang jahat, tapi nurani membuat kita memilih untuk tetap jadi orang baik. Bersedih setiap waktu, tapi orang-orang sekitar mampu membuat kita memilih bangkit dan berbahagia. Ada yang kemudian memilih menjadi wiraswasta padahal telah "nyaman" dengan status abdi negara-nya. Pun mereka yang memilih bangun ketika mimpi begitu melenakan.

Ya, semua adalah pilihan-pilihan, yang suka atau tidak suka, bakalan ada di setiap momen kehidupan kita. Apapun konsekuensi, pilihan harus tetap diambil, tidak boleh pada zona abu-abu berlama-lama, pilih hitam atau putih. Entah apa landasan yang mendasari.

Saya termasuk orang yang tidak ambisius dalam mengejar sesuatu. Itu pilihan hidup saya. Bila sudah cukup nyaman dengan sesuatu, cukup sudah. Namun, bukan berarti saya tak punya mimpi.

Saya amat mencintai dunia anak. Maka sebelum lulus dari koas, saya sudah bercita-cita melanjutkan ke jenjang spesialistik, yaitu anak. Ada beberapa orang akan berubah setelah melewati stase per stase kurikulum pendidikan profesi. Lewat bedah, ingin jadi ahli bedah. Penyakit dalam, ingin jadi internis. Anestesi, ingin jadi ahli bius membius. Saya tidak, saya memilih untuk tetap menjadi seorang dokter anak.

Lambat laun, pilihan-pilihan lain mulai terpikirkan. Apa pasal? Ya, keluarga.

Tiga tahun menanti amanah dari Allah berupa gadis kecil pujaan hati ummi :*, saya tidak mau gegabah memutuskan sesuatu. Pilihan untuk tetap jadi dokter umum adalah kemungkinan terbesar, setidaknya untuk saat ini. Terlebih kondisi suami yang tidak 100% berada di rumah. Satu bulan sekali baru pulang.

Suami pernah berkata ketika tahu sekolah spesialis anak paling cepet 5 tahun, "Mau jadi apa anak kita, dek. Abi nya jauh, ummi nya sekolah. Takut abi, anak kita jadi anak yang "nakal" tanpa bimbingan orang tua."

Apa ada yang salah dengan kalimat tadi? Tidak. Ketakutan itu pula lah yang berhasil meredam cita-cita itu sebelum berani untuk diambil jauh-jauh hari. Saya gak akan biarkan anak saya tumbuh tanpa dampingan orang tua nya. Itu tekad saya. Meski saya tidak bisa menjamin bahwa di luar sana anak saya akan tetap menjadi anak pujaan hati ummi. Tapi setidaknya, gadis kecil ummi tidak akan jauh melenceng. Ibarat jalan setapak di hutan yang diberi panduan tali di kanan kirinya, maka selagi tali itu tidak diputus, maka insya Allah akan tetap ada pegangan untuk menempuh likunya perjalanan.

Pilihan selanjutnya adalah ambil S2. Tidak menyita waktu karena kuliah hanya di akhir pekan. Namun, karena dari awal tidak dipersiapkan pilihan-pilihan lain, agak bimbang memutuskan ini.

Beginilah kalau hidup berjalan tanpa rencana cadangan. Terus saja mengikuti alur. Tidak terikat target-target. Mengalir ibarat air.

Itu juga pilihan hidup saya.

Saya memilih bahagia dengan melihat anak saya tumbuh sehat, cerdas dan sholeha, dibanding merasa iri dengan teman-teman yang telah melanjutkan sekolahnya.
Saya memilih untuk tidak pusing dengan target karier yang bisa dicapai, meski kanan kiri kadang ada yang ribut melihat saya seperti tidak berusaha menjadi seorang pegawai negeri.
Saya memilih menikmati menanti suami pulang dibanding mencari kesibukan di luar hingga melupakan rindu yang terpupuk setiap harinya.

Saya memilih menjadi sekedar ibu rumah tangga yang cukup dengan mengabdi di sebuah puskesmas dekat rumah, yang dengannya saya bisa bahagia.

Siapa Saya?

Seorang wanita yang full bahagia dengan seorang gadis kecil nya yang berusia 8 bulan 11 hari (27 maret 2014) dan suami yang amat mencintainya dan dicintainya (uhukk :D)

Seorang "pengabdi" dalam bidang kedokteran, yang saat ini sedang PTT di sebuah puskesmas kota Palembang, setelah sebelumnya berkelana dari Batam hingga ke Kalimantan Timur mengikuti kelana sang suami.

Seorang pecinta novel, suka makan (terlihat dari postur tubuh :D), nonton (addicted to NCIS dan film serial sejenis) dan tidur.

Siapapun saya, semoga dapat memberi manfaat bagi sesama. :)

Lewat Blog Ini...

Lewat tulisan terkadang hati berbicara lebih.
Tentang resah, haru, bahagia, keluh apapun itu.
Sebelum lisan berujar, seringkali fikir menghentikan gerak lidah, kelu, akhirnya redam sendiri tanpa suara.

Semoga bisa memberi lebih dari sekedar coretan.