Total Pageviews

Sunday 30 March 2014

Dokter Disayang, Dokter Ditendang

Antipati terhadap dokter tidak hanya terjadi pada masyarakat umum, di kedinasan selevel TNI pun baru-baru ini terjadi. Kapter Dr. Achmad Arief Fantoni, yang bertugas di skuadron Pendidikan 102 Komando Pendidikan TNI AU Lanud Adisucipto Yogyakarta, dikeroyok oleh Lettu D dan 8 Perwira berpangkat letnan hingga mayor pada 12 Maret 2014 lalu.

Apa pasal? Lettu D tidak suka atas diagnosis yang ditetapkan oleh dr. Arief. Lettu D dinilai mempunyai masalah pada jantung dan itu mengakibatkan Lettu D tidak akan diizinkan terbang. Keributan katanya terjadi di kantin. Sehingga ada beberapa perwira yang tidak tau duduk permasalahan ikut-ikutan mengeroyok. Akibatnya dr. Arief mengalami luka-luka dan perlu penanganan khusus masuk ICU. Bukannya menghubungi keluarga, skuadron malam menutup rapat kasus ini hingga hari ke-14 dirawat keluarga baru dikabari.

Lain cerita, di Jombang. Karena tidak sabar mengantre, seorang bapak mengamuk di tempat praktek dr.Sony. Warga yang tidak tahu duduk persoalan bukannya melerai malah ikut-ikutan mengeroyok dr. Sony yang saat itu sedang memeriksa pasien. Bapak itu hanya hendak mengkhitankan anaknya, bukan kasus emergency yang butuh penanganan segera.

Dua kejadian di atas adalah kasus fresh. Namun, belum hilang rasanya dalam ingatan kasus dr. Ayu dkk yang ditangkap dan dipenjara karena putusan mahkamah agung yang menyatakan bersalah atas kematian seorang ibu dalam proses melahirkan akibat emboli. Padahal jelas emboli adalah hal yang mustahil untuk dicegah akibatnya meski dokter ahli sekalipun dimanapun. Meski akhirnya diputus bebas setelah PK, namun image di masyarakat kadung "jelek". Aksi yang dilakukan oleh dokter-dokter Indonesia yang menuntut jaminan atau perlindungan dalam melayani pasien dikatakan sebagai upaya agar dokter kebal hukum. Padahal nyata-nyata, kepastian hukum itu sebagai landasan kenyamanan untuk melayani pasien dengan sebaik-baiknya, semaksimal mungkin, tanpa takut dengan ancaman hukuman penjara. Jelas feed backnya untuk masyarakat itu sendiri.

Fenomena-fenomena antipati terhadap dokter ini bukan tidak mungkin akan terus berkembang sejalan dengan ketidakpastian perlindunga terhadap dokter. Semua kalau salah adalah kesalahan dokter. Pasien meninggal, pasien terhambat pekerjaannya karena hasil pemeriksaan dokter, pasien membuang waktu karena menunggu.

Andai komunikasi bisa berjalan dua arah.

Pasien dan keluarga harus paham akan setiap kondisi yang akan terjadi. Tindakan yang diambil, efek samping, komplikasi. Semua harus bisa dijelaskan sesederhana dan semengerti mungkin. Namun, terkadang karena kasus emergency keluarga tanpa sadar mengiyakan saja apa mau nya dokter tanpa mendengar apa kemungkinan yang akan terjadi. Bahkan dengan bukti informed consent yang ditandatangani pun akan dibilang dipalsukan bila terjadi hal yang tidak diinginkan.

Lettu D harusnya tidak mengambil sikap arogan. Padahal kalau mau berfikir, dengan kondisi yang tidak layak terbang namun memaksa untuk di-fit kan tentu akan membahayakan diri sendiri, minimal, dan orang lain serta merugikan skuadron pastinya.

Masyarakat harus tahu apa saja yang menjadi kasus emergency dalam kedokteran. Sunat, sakit gigi bahkan demam di bawah 40 derajat bukanlah hal emergency (bila tidak ada riwayat kejang demam).

Yakinlah, gak ada 1 orang dokter pun yang mau merugikan pasiennya, terutama dalam hal nyawa. Saya sendiri, pernah nangis sesegukan karena pasien saya meninggal. Jadi jangan bayangkan bahwa moralitas dokter hanya sebatas materi. Kami bekerja dengan perasaan. Karena pekerjaan ini adalah masalah kemanusiaan bukan seperti montir yang bisa mencoba-coba kalau kendaraan "sakit".

Saya tidak akan memungkiri oknum. Karena apapun pekerjaan, apapun profesi pasti ada oknum. Dokter yang malas ngomong, malas mendengarkan, malas menjelaskan, yang tahunya datang mengobati dibayar. Tapi, jangan lantas antipati kepada profesi ini. Karena saya yakin masih banyak dokter yang "baik" di luar sana.

Semoga hanya sampai disini persoalan yang dihadapi dokter-dokter Indonesia. Jangan sampai ada lagi pelecehan-pelecehan oleh orang-orang tak bermoral kepada profesi ini. Semoga dokter-dokter Indonesia bisa mengabdi dengan kenyamanan dan keamanan.

No comments:

Post a Comment